Saya termasuk orang yang paling awam tentang dunia
fotografi. Mengenal jenis-jenis kamera seperti Prosummer dan Digital
Single Lens Reflex (DSLR) saja ketika SMA. Itu pun masih sekadar tahu nama,
tanpa pernah memakai apalagi memilikinya.
Orang yang pertama kali mengenalkan dunia fotografi kepada
saya adalah teman satu kamar sewaktu di asrama dulu. Saya masih ingat ketika
dia rela menukarkan Samsung Galaxy V miliknya (waktu itu keluaran terbaru,
harga pasaran masih satu juta lebih) dengan kamera digital entah tipe apa. Meski
sekadar kamera digital, tapi sudah terlihat mewah kala itu.
Sejak itu ia langganan menjadi seksi dokumentasi di berbagai
acara. Memegang kamera di depan banyak orang, bagi laki-laki di usia 17 belasan
seperti menjadi nilai tambah. Eksistensi serta popularitas langsung naik di
kalangan teman sejawat, atau cewe satu sekolah.
Baca juga: Curug Penganten dan Keindahan Alam yang Tersembunyi
Pada waktu tertentu, kadang ia mengajak saya untuk hunting
foto, atau sekadar memberi kesempatan untuk mencoba kameranya. Beberapa kali
saya mengiyakan, dan sisanya saya menolak. Karena, saya masih tidak tertarik
menjadi fotografer. Bagi saya itu hanyalah eksistensi semata.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah, saya melanjutkan
study di Semarang. Kota atlas yang memiliki banyak sejarah serta orang-orang yang
kreatif. Di sinilah saya mulai tertarik dan ingin mendalami dunia fotografi.
Awal duduk di bangku perkuliahan, teman satu kos lebih dalam
mengenalkan seluk beluk fotografi. Kebetulan ia sudah mendalaminya sejak SMA.
Ia mengenalkan beberapa teknik fotografi dan komunitas fotografi di media
sosial. Menariknya, fotografi yang ia kenalkan hanya bermodal smartphone.
Perangkat yang dimiliki hampir semua orang saat ini.
Meski belum memiliki perangkat yang memadai kala itu, saya
cukup bersyukur karena masih bisa menikmati karya-karya orang melalui unggahan
di facebook. Ketika ada unggahan yang menurut saya tidak mungkin diambil
menggunakan smartphone, saya akan bertanya "Mosok iki gae hp?" Teman
satu kos saya hanya akan menjawab "He eh".
Baca juga: Mengunjungi Borobudur di Tengah Pandemi
Awalnya saya tertarik dengan macro photography. Foto yang
mengandalkan subjek kecil seperti serangga dan bunga membuat saya takjub. Bagaimana
bisa mata seekor serangga bisa dibidik dengan begitu detail hanya menggunakan
kamera smartphone. Dari situ lah saya mengenal lensa tambahan khusus macro,
yaitu lensbong atau lensa bongkaran.
Lambat laun setelah lebih sering mempraktikkan beberapa
jenis foto, saya berpikir bahwa saya tidak boleh berhenti pada satu jenis foto
saja, sebelum saya benar-benar menemukan kecocokan. Maka saya mencari berbagai
referensi, baik bacaan maupun foto, untuk mengenal lebih dalam dunia fotografi.
Saya mencoba minimalis foto, food photography, portrait,
dan sampai saat ini saya mencoba fokus pada landscape photography. Meski
belum menjadi fotografer professional (saya juga tak tahu akan jadi apa nanti),
tapi bagi saya, perjalanan menemukan fotografi setiap orang berbeda dan menarik
untuk dibagikan.
Admin.
Among the 60 experimental outcomes, the case where the okt.morphs KoNLPy of linearSVM was applied to TfidfVectorizer yielded one of the best performance. Several algorithms examined on this examine classified more unlawful gambling SMSs than the RF algorithm. We suggest a system for classifying messages based mostly on the characteristics identified 바카라사이트 earlier after which extracting and converting IOG URLs. In order to determine the best NLP method, this examine uses actual information from spam messages to test binary classification algorithms. Liu et al. studied “spear phishing” and promotional SMS from a security perspective .
BalasHapus